Membahas soal “Bangga Indonesia” tidak lepas dari bagaimana kita
mengapresiasi apa yang dimiliki oleh Indonesia itu sendiri. Indonesia
mempunyai sekitar 300 etnis yang setiap etnis memiliki keragaman seni
dan budaya masing-masing. Batik, Angklung, Reog dan masih banyak lainya
adalah hasil buah pikiran bangsa yang didalamnya terkandung banyak
filosofi hidup bermasyarakat.
Untuk budaya seperti batik, angklung dan reog sepertinya sudah umum
kita kenal. Di tulisan kali ini saya akan menceritakan soal kesenian
“Bantengan”. Kesenian bantengan sendiri adalah gabungan dari seni
beladiri silat dan juga tari-tarian. Menurut berbagai sumber, bantengan
sendiri di ciptakan oleh seorang ksatria/patih dari kerajaan kanjuruhan
(sekarang Malang Raya). Untuk menggali informasi mengenai kesenian
bantegan ini sangat sulit, narasumber saya Mas Agus (Pendekar Bantengan
Nuswantara) sampai harus melakukan tapa (semedi) dan bertanya kepada
leluhur mengenai asal muasal dari bantengan.
Mas Agus (Rambut Gondrong)
Seperti namanya, gerak tarian bantengan diambil dari gerakan hewan
banteng seperti langkahnya, gelengan kepala dan lain sebagainya. Unsur
leluhur adalah yang terpenting dalam kesenian bantengan ini mulai dari
awal membuat kepala bantengan sampai dengan saat pertunjukanya. Mas Agus
menceritakan, untuk membuat kepala bantengan tidak sembarang orang bisa
membuatnya. Bentuk dan ornamen yang ada di kepala bantengan adalah
“pesanan” dari leluhur yang di linggihkan di kepala bantengan.
Tidak jarang saat membuat kepala bantengan si pembuat di pandu (secara
tidak sadar) oleh kekuatan diluar dirinya.
Latihan di Sanggar silat bantengan
Sebelum memulai tari bantengan, para pemain akan mengadakan upacara di punden
tempak diadakanya pertunjukanya. Pertunjukan Bantengan sangat jauh dari
unsur komersil, untuk mengadakan pertujukan para pemain gotong-royong patungan.Diiringi
dengan musik gamelan jawa, pemain bantengan akan menari-nari dengan
mengenakan kepala bantengan (saat pertunjukan pemain di bantu leluhur
yang di linggih kan didalam kepala bantengan, karena beratnya
bisa mencapai 20kg, hampir mustahil pemain bisa menari dengan mengenakan
kepala bantengan). Selama pertunjukan kita juga bisa menyaksikan macanan
yang mengiringi pemain bantengan. Sanggar kesenian Bantengan sendiri
tersebar di Malang Raya, Kediri, Probolinggo dan Pasuruan, setiap daerah
juga memiliki ciri khasnya masing-masing.
suasana pertunjukan bantengan
Selain tulisan diatas, saya bersama teman-teman juga membuat video
dokumenter kesenian Bantengan sebagai apresiasi kami atas budaya
Indonesia yang kami banggakan. Yang membuat saya semakin bangga,
teman-teman NGO dari Kanada dan Amerika juga mengapresiasi bantengan
dengan mengcopy video ini untuk dijadikan oleh-oleh.
Bantengan Nuswantara
Semoga kesenian bantengan dapat terus dilestarikan untuk generasi-generasi berikutnya.
“Ayo bersama-sama mengangkat salah satu kesenian ini, yaitu
kesenian Bantengan ke permukaan dengan luar biasa. Dengan ikhlas, tidak
ada proyek, tidak ada apa-apa” – Mas Agus (Pemimpin Bantengan
Nuswantara)
https://blog.djarumbeasiswaplus.org/aswinyoga/2013/10/02/bantengan-nuswantoro/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar